Cinta Allah
Bersama Pemateri :
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdil Muhsin Al-Badr
Cinta Allah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Hadits-Hadits Perbaikan Hati. Pembahasan ini disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr pada Senin, 7 Safar 1446 H / 12 Agustus 2024 M.
Kajian Islam Ilmiah Tentang Cinta Allah
أَخْبِرُوهُ أَنَّ اللَّهَ يُحِبُّهُ
“Beritahukan kepadanya bahwa sesungguhnya Allah juga mencintainya.” (HR. Bukhari)
Imam Al-Bukhari juga meriwayatkan dari sahabat Anas Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa ada seorang dari kalangan Anshar yang memimpin shalat di Masjid Quba. Setiap kali ia membaca surah dalam shalat, ia selalu memulai dengan Qul Huallahu Ahad (Surah Al-Ikhlas) hingga selesai, kemudian ia membaca surah lain bersamanya. Hal ini ia lakukan di setiap rakaat. Para makmum kemudian berbicara kepadanya dan berkata, “Engkau selalu memulai bacaanmu dengan surah ini, kemudian engkau merasa tidak cukup dan membaca surah lain. Bagaimana jika engkau hanya membaca surah itu saja atau meninggalkannya dan membaca surah lain?” Imam tersebut menjawab, “Aku tidak akan meninggalkannya. Jika kalian suka, aku akan tetap melakukannya. Jika kalian tidak suka, maka aku tidak akan menjadi imam kalian.” Para makmum melihat bahwa dia adalah yang terbaik, mereka tidak ingin dipimpin dengan imam yang lain.
Ketika mereka mengadukan hal ini kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Nabi bertanya kepada imam tersebut, “Wahai Fulan, apa yang menghalangimu untuk melakukan apa yang diinginkan oleh sahabat-sahabatmu? Apa yang membuatmu terus-menerus membaca surah ini di setiap rakaat?” Imam itu menjawab, “Sesungguhnya aku mencintainya.” Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الْجَنَّةَ
“Kecintaanmu terhadap surah tersebut memasukkanmu ke dalam surga.” (HR. Bukhari)
Sahabat Anas Radhiyallahu ‘Anhu juga meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ، مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُـحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِـي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِـي النَّارِ.
“Ada tiga perkara yang barang siapa yang ada pada dirinya, ia akan merasakan manisnya iman: [1] Barang siapa yang Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, [2] Apabila ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintai kecuali karena Allah, [3] Ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana ia benci untuk dilempar ke dalam Neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedudukan Mahabbah dalam Islam
Kedudukan yang paling tinggi bagi orang yang berjalan menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah mahabbah, yaitu kecintaan kepada Rabb, Tuhan semesta alam, pencipta seluruh makhluk, yang tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Dia, Maha Menguasai, Maha Suci, Maha Sejahtera, Maha Membenarkan rasul-rasul-Nya, Maha Mengawasi, Maha Kuasa, Maha Perkasa, Pemilik segala kebesaran, yang menciptakan, yang menentukan bentuk, pemilik segala keagungan dan kemuliaan. Allah memiliki nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang luhur.
Mahabbah atau kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan roh dari agama, gizi bagi semua roh, pokok dari semua kebahagiaan dan tiang dari agama dan amalan. Ibnu Qayyim Rahimahullah menyatakan bahwa mahabbah adalah kedudukan yang dengannya orang-orang saling berlomba untuk mendapatkannya. Orang-orang yang beramal berusaha untuk mencapai derajat mahabbah ini. Karena dengan rohnya orang-orang yang beribadah akan mendapatkan kekuatan. Ia adalah makanan pokok bagi hati, penyejuk mata, dan kehidupan yang sesungguhnya. Barang siapa yang terhalangi dari kecintaan ini, maka ia sama saja dengan orang yang meninggal.
Kecintaan kepada Allah adalah cahaya. Tanpa kecintaan ini, seseorang akan tenggelam dalam kegelapan. Ia adalah obat yang barangsiapa tidak memilikinya akan menderita berbagai macam penyakit hati. Kecintaan kepada Allah juga merupakan kelezatan yang barangsiapa tidak mendapatkannya, maka kehidupannya penuh kegelisahan, kesedihan, dan penderitaan. Kecintaan kepada Allah adalah roh dari keimanan dan semua amalan. Tanpa kecintaan ini, seseorang seperti jasad yang tidak memiliki roh, yang membawa seorang hamba kepada tempat-tempat yang mereka tidak mampu mencapainya kecuali dengan kesulitan, yang menyampaikan mereka kepada tempat-tempat peristirahatan, yang mereka tidak mungkin bisa sampai kepadanya kecuali dengan kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Cinta kepada Allah adalah kendaraan yang dikendarai diatasnya yang bisa menyampaikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menyampaikan kepada surgaNya dengan cara yang lebih mudah.
Kecintaan kepada Allah adalah pokok kebahagiaan dan jalan menuju keberuntungan di dunia dan akhirat. Ia menjadikan seseorang semangat untuk beramal, menjadikan ia mampu mencapai kesempurnaan dan kedudukan tinggi. Karena kecintaan kepada Allah mempunyai kedudukan yang besar di dalam agama Islam.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Sunan At-Tirmidzi dan lainnya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan sebuah doa,
أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ
“Ya Allah, aku mohon kecintaan kepada-Mu, dan kecintaan kepada siapa yang mencintai-Mu, dan kecintaan amalan yang mendekatkan kepada kecintaan kepada-Mu.” (HR. At-Tirmidzi)
Dalam Shahih Bukhari dan selainnya dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ قَالَ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِي فِي السَّمَاءِ فَيَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ قَالَ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ
“Sesungguhnya Allah, jika mencintai seorang hamba, maka Dia memanggil Malaikat Jibril dan berkata kepadanya, ‘Sesungguhnya Aku mencintai si Fulan, maka cintailah dia.’ Maka Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril menyeru penduduk langit dan berkata, ‘Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan, maka cintailah dia.’ Maka dia pun dicintai oleh penduduk langit, kemudian diletakkan penerimaan untuknya di atas muka bumi.” (HR. Bukhari)
Hadits ini menunjukkan makna dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, Allah akan meletakkan kecintaan kepada mereka.” (QS. Maryam [19]: 96)
Buah (pengaruh/manfaat) bagi orang yang mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala di dunia dan akhirat tidak bisa dihitung banyaknya. Dan cukuplah bagi seorang yang mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah pun akan menjadi pelindungnya, penolongnya, penjaganya, serta Allah akan selalu meluruskan langkahnya dan memberi taufik kepadanya.
Perkara yang bisa mendatangkan kecintaan kepada Allah
Di tengah gelombang fitnah dan banyaknya penghalang menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta perkara-perkara yang menjauhkan manusia dari mencari-Nya, maka hati pun semakin lemah kecintaannya kepada Allah. Dan tentu akan lemah pengaruh dan buahnya. Maka tentu dibutuhkan bagi seorang hamba untuk kembali jujur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia perlu mencari jalan untuk mendapatkan kecintaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia harus melakukan perkara-perkara yang mendatangkan kecintaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Hal ini agar hatinya kembali suci, bersih, bercahaya dan bersinar. Tentu dengan dipenuhinya kecintaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Di sini, saya akan menyebutkan beberapa perkara yang bisa mendatangkan kecintaan kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa.
Pertama, perhatian terhadap Al-Qur’anul Karim, dengan mentadaburi dan merenungi ayat-ayatnya. Allah Ta’ala berfirman,
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Kitab Al-Qur’an yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah adalah agar direnungi ayat-ayatnya dan agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Shad[38]: 29)
Juga firman Allah ‘Azza wa Jalla,
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Tidakkah mereka merenungi Al-Qur’an? Seandainya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisa`[4]: 82)
Ketika seseorang membaca Al-Qur’an, janganlah fikiran dia bagaimana menyelesaikan satu surah. Akan tetapi yang lebih ia perhatikan ialah bagaimana ia memahami maksud dari ayat tersebut. Inilah perkara terbesar yang dapat mendatangkan kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu dengan merenungi ayat-ayat Al-Qur’an, yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentangnya,
لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ ۖ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ
“Tidak ada kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS. Fussilat[41]: 42)
Selain itu, memperhatikan ibadah-ibadah sunnah setelah ibadah-ibadah wajib juga merupakan salah satu perkara yang dapat mendatangkan kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ibadah-ibadah sunnah memberi gizi bagi hati seseorang. Bukti dari hal ini adalah hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lainnya, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ عَادَىٰ لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّىٰ أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
“Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku akan mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada apa yang Aku wajibkan atasnya, dan hamba-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, maka Aku akan menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, penglihatannya yang dengannya ia melihat, tangannya yang dengannya ia memukul, dan kakinya yang dengannya ia berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, niscaya Aku akan memberinya, dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari)
Makna dari hadits Qudsi ini adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menolong, melindungi, dan meluruskan pendengaran, penglihatan, kaki dan tangannya, serta seluruh gerak-geriknya.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 yang penuh manfaat ini.
Downlod MP3 Ceramah Agama Tentang Berbaik Sangka kepada Allah
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54370-cinta-allah/